TUGAS SEJARAH
1.
Tuliskan cirri-ciri candi Jawa
Tengah dengan candi Jawa Timur!
Ø
Candi di Jawa Timur
Candi di
Jawa Timur umumnya lebih artistik. Tatakan atau kaki candi umumnya lebih tinggi
dan berbentuk selasar bertingkat. Untuk sampai ke bangunan utama candi, orang
harus melintasi selasar-selasar bertingkat yang dihubungkan dengan tangga.
Tubuh bangunan candi di Jawa
Timur umumnya ramping dengan atap bertingkat mengecil ke atas dan puncak atap
berbentuk kubus. Penggunaan makara di sisi pintu masuk digantikan dengan patung
atau ukiran naga. Perbedaan yang mencolok juga terlihat pada reliefnya. Relief
pada candi-candi Jawa Timur dipahat dengan teknik pahatan yang dangkal (tipis)
dan bergaya simbolis. Objek digambarkan tampak samping dan tokoh yang digambarkan
umumnya diambil dari cerita wayang.
Rentang waktu pembangunan
candi-candi di Jawa Timur lebih panjang dibandingkan dengan yang berlangsung di
Jawa Tengah, yang hanya berkisar antara 200-300 tahun. Pembangunanan candi di
Jawa timur masih berlangsung sampai abad ke-15. Candi-candi yang dibangun pada
masa Kerajaan Majapahit umumnya menggunakan bahan dasar batu bata merah dengan
hiasan yang lebih sederhana. Pada abad ke-13 Kerajaan Majapahit mulai surut
pamornya bersamaan dengan masuknya Islam ke pulau Jawa. Pada masa itu banyak
bangunan suci yang berkaitan dengan agama Hindu dan Buddha ditinggalkan dan
akhirnya dilupakan begitu oleh masyarakat yang sebagian besar telah berganti
memeluk agama Islam. Akibatnya, bangunan candi yang ditelantarkan itu mulai
tertimbun longsoran tanah dan ditumbuhi belukar. Ketika kemudian daerah di
sekitarnya berkembang menjadi daerah pemukiman, keadaannya menjadi lebih parah
lagi. Dinding candi dibongkar dan diambil batunya untuk fondasi rumah atau
pengeras jalan, sedangkan bata merahnya ditumbuk untuk dijadikan semen merah.
Sejumlah batu berhias pahatan dan arca diambil oleh sinder-sinder perkebunan
untuk dipajang di halaman pabrik-pabrik atau rumah dinas milik perkebunan.
Candi bercorak Jawa Tengah
umumnya memiliki tubuh yang tambun, berdimensi geometris vertikal dengan pusat
candi terletak di tengah, sedangkan corak Jawa Timur bertubuh ramping, berundak
horisontal dengan bagian paling suci terletak belakang. Berbeda denga
candi-candi Jawa Tengah, selain sebagai monumen candi di Jawa Timur diduga kuat
juga berfungsi sebagai tempat pendarmaan dan pengabadian raja yang telah
meninggal. Candi di Jawa Timur jumlahnya mencapai puluhan, umumnya
pembangunannya mempunyai kaitan erat dengan Kerajaan Singasari dan Kerajaan
Majapahit.
Ø
Candi di Jawa Tengah
Candi di Jawa Tengah umumnya
menghadap ke Timur, dibangun menggunakan batu andesit. Bangunan candi umumnya
bertubuh tambun dan terletak di tengah pelataran. Di antara kaki dan tubuh
candi terdapat selasar yang cukup lebar, yang berfungsi sebagai tempat
melakukan ‘pradaksina’ . Di atas ambang pintu ruangan dan relung terdapat
hiasan kepala Kala (Kalamakara) tanpa rahang bawah. Bentuk atap candi di Jawa
tengah umumnya melebar dengan puncak berbentuk ratna atau stupa. Keterulangan
bentuk pada atap tampak dengan jelas.
Di samping letak dan bentuk
bangunannya, candi Jawa tengah mempunyai ciri khas dalam hal reliefnya, yaitu
pahatannya dalam, objek dalam relief digambarkan secara naturalis dengan tokoh
yang mengadap ke depan. Batas antara satu adegan dengan adegan lain tidak
tampak nyata dan terdapat bidang yang dibiarkan kosong. Pohon Kalpataru yang
dianggap sebagai pohon suci yang tumbuh ke luar dari objek berbentuk bulat
banyak didapati di candi-candi Jawa tengah.
Candi di Jawa Tengah dan
Yogyakarta jumlahnya mencapai puluhan, umumnya pembangunannya mempunyai kaitan
erat dengan Kerajaan Mataram Hindu, baik di bawah pemerintahan Wangsa Sanjaya
maupun Wangsa Syailendra.
2. Tuliskan ciri-ciri candi Buddha dan Hindu!
Ø Ciri candi Buddha
Candi Buddha pada puncak candi terdapat bentuk stupa,
seperti candi borobudur, candi mendut, candi pawon, candi ngawen - relief
cerita di dinding candi misalnya relief di candi borobudur yaitu lelitavistara,
jataka/avadana, dan gandawyuha - terdapat arca buddha baik buddha dalam
kelompok dyani buddha seperti candi borobudur maupun kelompok dyani bodhisatwa
seperti salah satu arca di candi mendut.
Ø Ciri candi Hindu
Candi Hindu pada puncaknya terdapat bentuk
ratna, seperti candi selogriyo, candi prambanan, candi sambisari - relief
cerita di dingding candi misal di candi prambanan yaitu ramayana dan krisnayana
- terdapat arca dewi trimurti (brahma, siwa, wisnu), durgamahisasuramardini,
agastya, ganesha (baik dalam bilik candi maupun relung dinding candi).
3. Tuliskan cirri-ciri dari patung :
a.
Dewa Siwa
b.
Dewa Brahmana
c.
Dewa Wisnu
Ø Dewa Siwa
Dewa Siwa
memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:
- Bertangan empat, masing-masing membawa:
trisula, cemara, tasbih/genitri, kendi - Bermata tiga (tri netra)
- Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
- Ikat pinggang dari kulit harimau
- Hiasan di leher dari ular kobra
- Kendaraannya lembu Nandini
Oleh umat Hindu Bali, Dewa Siwa
dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia ke unsurnya,
menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengider Dewata
Nawa Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca
warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini.
Ø Dewa Brahmana
Dewa Brahmana memiliki ciri-ciri
umum yang dimiliki Dewa Brahma, yakni:
- bermuka empat yang memandang ke empat penjuru mata angin (catur muka), yang mana pada masing-masing wajah mengumandangkan salah satu dari empat Veda.
- bertangan empat, masing-masing membawa:
ü Tongkat Teratai, kadangkala sendok (Brahma terkenal sebagai Dewa yadnya
atau upacara)
ü Busur
ü Genitri
· menunggangi hamsa (angsa) atau duduk di atas teratai
Ø Dewa Wisnu
Dewa Wisnu digambarkan sebagai
berikut:
- Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
- Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
- Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
- Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
- Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
- Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
- Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
- Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.
Wisnu sering dilukiskan
memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:
- Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama "Panchajanya", dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
- Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama "Sudarshana", dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
- Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
- Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta.
4. Tuliskan tujuan dari upacara:
a.
Nyepi
b.
Galungan dan Kuningan
Ø Nyepi
Nyepi
berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan
perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan / kalender caka, yang
dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun
Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktifitas seperti biasa.
Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara
Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.
Tujuan
utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk
menyucikan Bhuana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Bhuana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat
beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.
Ø Galungan dan Kuningan
Perayaan
Galungan dan Kuningan bertujuan mengingatkan umat Hindu agar senantiasa
memenangkan dharma dalam kehidupan sehari-hari.
Dharma
adalah kecenderungan Trikaya parisuda yang disebut sebagai Dewa Sampad,
sedangkan kebalikannya, yaitu Adharma adalah kecenderungan sifat dan prilaku
keraksasaan atau Asura Sampad.
Sanghyang
Tiga Wisesa berwujud sebagai Bhuta Dungulan, Bhuta Galungan dan Bhuta
Amangkurat adalah symbol Asura Sampad yang ada dalam diri setiap manusia, yaitu
kecenderungan ingin lebih unggul (Dungul), kecenderungan ingin menang dalam
pertikaian (Galung), dan kecenderungan ingin berkuasa (Amangkurat).
No comments:
Post a Comment